Senin, 25 Februari 2013

Perempuan

Perempuan "katanya" adalah makhluk mulia, indah, rapuh, lemah dan memiliki banyak keterbatasan meski mampu menjaga keberadaan pabrik produksi agung di tubuhnya. Perempuan itu istimewa, partner yang solid, lawan yang tangguh, pendengar yang baik, pengacau sempurna dan pemilik pelabuhan terhangat yang mampu meniadakan segala lelah. Aku mengagungkan perempuan, itu pasti, karena aku perempuan - setidaknya fisik ku perempuan ^_^

Beberapa hari yang lalu aku menyaksikan sebuah proses perjuangan orang-orang untuk menciptakan rasa aman bagi semua orang terutama perempuan. Aku mendukung! Seribu persen! Beberapa hari setelahnya, aku menyaksikan bagaimana seorang perempuan dikritik habis-habisan karena melindungi hal-hal yang dianggapnya penting..Aku miris!Betapa hidup tak hanya hitam dan putih

Aku perempuan
Dan sebagai perempuan, aku sangat-sangat mendukung terciptanya rasa aman bagi semua orang, perempuan terutama. Keterbatasan berselimut keindahan yang kami miliki, menciptakan peluang menjadi korban kejahatan lebih besar. Terutama kejahatan yang berhubungan dengan kehormatan kami sebagai perempuan. Perkosaan!

Perkosaan memang tidak mengharuskan korbannya adalah perempuan, tapi auranya, perkosaan seolah melekat pada perempuan. Perempuan adalah hal pertama yang terlintas dibenakku saat mendengar kata itu. Dan kalaupun hal itu meninggalkan trauma yang sama, setidaknya pada laki-laki tidak ada bukti fisik yang tersisa, sedangkan pada perempuan, hilangnya selaput dara dan kemungkinan kehamilan menambah penjangnya daftar penderitaan itu. Karena itu, adalah hal wajar bagiku jika, perempuan lebih mendapatkan sorotan pada kasus-kasus seperti ini.

Namun siapakah yang bisa disalahkan dalam kasus ini? Pelaku kejahatan kah? Pemerintah kan? atau... Entahlah. Kurasa sebagai perempuan, kita harus memiliki usaha lebih besar dalam melindungi diri kita sendiri. Agama ku mengajarkan menutup aurat, menutupi keindahan yang kita punya agar hanya bisa dinikmati oleh orang yang berhak. Tapi kemajuan malah melihat itu sebagai bentuk pengekangan. Berteriak menuntut rasa aman sementara kita sendiri malah memamerkan segala keindahan yang ada. Dan kemajuan membuatku tidak berhak menyalahkan mereka.

Begitu banyak suara yang menggema meneriakkan penyetaraan gender. Persamaan hak dan kewajiban. Persamaan kedudukan. Persamaan perlakuan. Tapi aku, dari sudut pandang mata silindris ku merasa, tidak semua hal bisa disetarakan antara kaumku dengan laki-laki. Sadarilah kita terbatas wahai kaum ku. Kita berbeda. Jika di dalam rumah kita sendiri saja kita belum tentu aman dari kejahatan bagaimana mungkin kita menuntut keamanan di luar sana jika kita tak berusaha sama sekali.

Apa yang bisa kita tuntut! Hukuman mati bagi pelaku?Aku setuju..Tapi andaipun hukuman itu ditetapkan tapi kita secara sadar tidak sadar masih bersikap yang menuntut mereka memperhatikan, bagaimana rantai ini akan terpecah.. Aku mendukung terciptanya rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun sungguh sangat tidak berharap, kaumku menjadikan itu alasan untuk berbuat semaunya. Karena kita indah dan kita harus menjaganya.

Aturan-aturan lama yang mungkin dianggap basi saat ini kurasa masih sangat relevan bagi perempuan.. Karena ku yakin bukan seperti ini kebebasan yang dulu diperjuangkan Kartini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar