Kamis, 31 Januari 2013

Preman Episode Dua

waahh..ternyata kebablasan hingga jauh sekali .
dalam sebuah literatur pernah ku baca Premanisme adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan penghasilan dengan melakukan pemerasan terhadap orang lain.
Sadis..dan aku juga tak berniat membahas ini..biarlah premanisme menjadi urusan orang-orang yang mengerti saja, otak ku tak sampe..^_^

Aku tidak membahas apa yang ku baca, aku membahas apa yang ku alami.

Terkadang, kita sadari atau tidak, kita begitu mudah menghakimi orang lain, "judging" atau apa lah istilahnya. Keberagaman sudut pandang dan nilai-nilai yang kita miliki membuat perbedaan-perbedaan kecil yang terlihat disekeliling kita seolah merusak tatanan yang sudah ada. Ya, seperti yang dilakukan "preman-preman" itu. Nongkrong di pinggir jalan dan berteriak-teriak menggoda perempuan yang lewat terasa sungguh sangat mengganggu. Bagi kernet, menanyakan tujuan penumpang dengan cara yang terkadang dianggap "kampungan", sambil "badatok" (Ha ha. maaf kan perbendaharaan kata-kata ku yang sedikit ini) misalnya atau bersuit-suit, Tukang ojeg, yang memburu penumpang -kebanyakan perempuan- dengan mengikuti bahkan kadang sampai menarik-narik .. Mengganggu memang, tapi pernahkah kita memikirkan sebabnya??

Berteman dengan mereka sewaktu SMA merupakan pengalaman yang paling menarik untuk ku.. Mereka membuatku tidak pernah sendirian, bahkan tidak untuk merasa sendirian. Mereka memperlakukan ku dengan sopan, No touching. see?? lebih sopan dibanding teman-teman sekolah ku yang bahkan ketika ingin sholat suka menghadang di pintu mushalla untuk menyentuh perempuan agar harus mengulangi wudhu nya.
mereka tidak pernah melakukan itu. Mereka menghargai teman, dan sebagai teman, aku benar-benar merasa dihargai mereka.

Karena itu, aku terbiasa melihat mereka terlebih dahulu sebelum menjauhi mereka, aku masih memilih. Ya pasti memilih. Tapi hanya mereka yang benar-benar bersikap kasar lah yang ku jauhi. Hanya preman yang benar-benar preman. Dan kebiasaan itu membuat ku tak takut melihat mereka, menjawab saat ditegur dengan cara apapun. Dan hasilnya, berkali-kali aku dicurhati preman yang bahkan tidak ku kenal.
Perasaan yang sangat menyenangkan.

Inilah ingatan-ingatan itu

Suatu hari, sepulang sekolah aku berniat untuk berjalan-jalan dipasar (karena di kampungku tidak ada mall saat itu) sembari menunggu waktu untuk les. Berputar-putar dari tempat aksesori yang satu ke tampat yang lainnya, tidak belanja, hanya sekedar mencari kesenangan dengan melihat benda-benda lucu yang di jual disana. Karena keasyikan berputar-putar, aku tidak sadar mengambil belokan ke gang yang biasanya di pakai oleh para pemuda-pemuda atau "preman pasar"  untuk nongkrong. Kaget, sedikit takut dan sempat berniat untuk memutar kembali, namun aku memutuskan tetap melewatinya.. pikir ku saat itu, ini siang hari dan pasar ramai, jadi aku pasti baik-baik saja. dengan menunduk dan langkah yang tiba-tiba jadi sedikit lebih berat aku terus berjalan melewati mereka dan menyiapkan mental untuk di usili. Benar saja, sesaat setelah aku terlihat mendekatai tempat itu, beberapa orang mulai bersuit-suit, menggoda dengan panggilan pangilan sayang yang sangat membuat tidak nyaman, tapi aku terus berjalan dan hanya melemparkan senyum sambil bilang "misi daa" (permisi bang). Dan setelah itu ada satu suara yang berkata "Assalamu'alaikum"..
reflek aku menjawab "Wa'alaikummussalam".. dan tau apa yang terjadi, betapa besar nya perubahan yang terjadi ketika aku menjawab sapaan mereka, hanyaa menjawab.. sebagian besar pemuda-pemuda itu berkata serempak "Alhamdulillah, nah mode tu kan ancak..ko indak kapalo je nan bajilbab, parangai ongeh juo..(nah, seperti itu kan lebih baik, dari pada berkerudung tapi tetap sombong -pent)" cetus satu suara. Aku kaget saat itu, reflek menoleh ke arah mereka dan tau apa yang kulihat? wajah-wajah ramah, aku hanya melihat pemuda-pemuda biasa di sana.

Ingatan yang lain

Saat itu aku sedang berada di dalam sebuah bus menuju kampus ku, karena biasanya bus-bus ini selalu penuh sesak, aku sengaja mengambil tempat duduk tepat di sebelah pintu masuk, agar ketika bis nya penuh aku tak terlalu sesak napas, mengingat perjalanan ku yang cukup jauh. Bus pun berjalan, bising seperti biasa, dengan musik yang diputar sangat kencang. Aku terdiam menjelajahi lamunan ku. Seperti bus-bus dalam kota lainnya, sang kernet pun beraksi sambil berteriak-teriak dan bergelayutan di pintu masuk tepat didepan ku. Di sebuah sekolah tinggi, bus pun berhenti, menunggu penumpang yang naik dan turun. Aku melihat -memperhatikan tepatnya- di pinggir jalan berdiri seorang perempuan, cantik, modis, terpelajar. Mungkin mahasiswi, mungkin juga karyawan, karena disitu banyak perkantoran. Dia berdiri memandangi kakinya, diam dan seperti menunggu sesuatu - atau seseorang-. Sang kernet pun memulai aksinya, menyapa "uni" tersebut " kama ni? katanya sambit mengangkat tangan nya yang mengisyaratkan untuk menaiki bus. Tapi bukannya menjawab, perempuan tadi hanya berdiri diam, menoleh kemana pun selain pada si kernet, bersikap seolah dia tak mendengar apapun. Kernet itu pun mengulangi pertanyaan nya. "kama ni? Khatib ni? Tamsis?" katanya lagi menyebutkan rute bus nya. Selama itu pula perempuan itu hanya berdiam.. Bus pun mulai melaju perlahan, dan kernet tadi masih mencoba menanyai perempuan itu, dan saat itu si perempuan mengangkat mukanya, melihat si kernet dengan wajah datar dan kemudian membuang muka. Aku terkejut, melihat reaksinya, dan lebih terkejut lagi saat si kernet memaki "Pan**k..! sok ancak kau mah, bantuak ndak bara do ongeh gadang na" katanya dengan nada yang benar2 kesal.. refleks aku mengucapkan Astaghfirullah lagi karena dia memaki tepat di depan mukaku. Mendengar ku beristighfar, si kernet seolah terkejut, lalu menoleh ke arah ku sambil berkata "ndeh maaf yo kak, takajuik akak dek nyo, katanya. Tapi asli, wak banci na caliak padusi mode tu, mati karancaak an c.. aa lah salah e manjawek kok ditanyo tu baa nyo, kok ndak ka pai kan jaleh lo di urang..kadang bajilbab-jilbab mode akak ko, bantuak itu juo parangai nyo..ntah baa na inyo kok manjawek tanyo kami-kami ko.." katanya. Sedikit terdengar gurat nada sedih dalam kata-katanya, Aku hanya tersenyum, "tak usah diambiak ati bana da" ucap ku. Dia pun menjawab, "yo tu lah di akak, lain-lain je parangai urang ko..heran wak caliak.. katanya sambil berlalu menarik ongkos dari para penumpang bus..

Percakapan kami, selesai sampai di sana, tapi tidak di kepalaku. Tiba-tiba aku terfikirkan kata-katanya.. Dari sisi si "uni", aku mengerti, mungkin ia tetap diam karena merasa itu sudah jawaban, jika dia butuh, dia tentu naik bahkan tanpa di minta. Namun dari sisi si kernet, aku pun mengerti kekesalannya, pengabaian yang dilakukan perempuan itu melukai harga dirinya yang sudah bertanya.

Apa susahnya menjawab pertanyaan, apa susahnya menjawab teguran.. Selama mereka mengeluarkan kata-kata yang baik -meski nadanya mungkin terdengar tidak baik- kenapa kita tidak menjawab saja? Aku banyak menemukan teman dengan cara seperti itu, lagian pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan juga pasaran kok. berkisar hanya "dari mana", "mau kemana", "cari apa". Jika tak ingin menjawab pun, tersenyum saja juga cukup. Dan bukankah senyum itu ibadah??

Dulu ketika SMA, aku sering di protes teman sekelas ku, dia merasa risih jika jalan dengan ku, karena di setiap sudut pasar akan selalu ada yang menyapa dan mengajak ku ngobrol sedikit. Hal-hal remeh, tapi membuat mereka merasa diterima. Bahkan salah satu dari mereka pernah mengutarakan ketidakpercayaan nya ketika dia tau aku siswa sekolah unggulan di kota itu. Bagi mereka adalah hal yang aneh ketika seorang siswi sekolah "elit" mau-mau nya bertegur sapa dengan mereka, mau-maunya berteman dengan mereka
Don't judge people by the cover guys. Dan bahkan seorang pedagang kaki lima pernah terus terang berkata bagi nya, dunia anak sekolah itu dunia elit yang tak mungkin dia jangkau, meski seumuran, dy tak pernah bermimpi bisa ngobrol dengan anak-anak sekolahan. Dan dia menyampaikan itu pada ku, saat aku dan teman ku dengan cuek nya mengajak nya ngobrol saat kami makan diwarungnya, mengajak nya bercanda, dan sedikit mengerjai nya''^_^

Itulah salah satu hal yang membuatku bisa merasa nyaman berteman dengan mereka. Mereka menghargai siapa saja yang bisa menghargai mereka. Dan mereka menjaga itu dengan baik..

Mungkin terlalu banyak yang ku tuliskan, namun rasanya masih belum cukup menggambarkan kepedulian ku pada keberadaan mereka. Selama mereka tidak merusak, selama mereka tidak bersikap jahat, kenapa mereka dihakimi dengan segala julukan-julukan itu.. Intinya, semua manusia sama kan? Andai pun kita tak ingin berteman dengan mereka, tentu tak perlu menyakiti mereka dengan arogansi keakuan kita..

Kita sama.. Kita manusia


Selasa, 22 Januari 2013

Preman dan Premanisme

Sengaja tulis judul lebih dulu supaya tidak lupa dengan apa yang aku ingat saat terbangun pagi ini. Cukup aneh memang, tapi ya, itu yang ku ingat saat pagi ku berjalan seperti biasa, terbangun, solat subuh, dan segala rutinitas pagi lainnya. Tiba tiba aku teringat pertanyaan yang diajukan kepadaku saat dulu ikut audisi sebuah lembaga seni. "Bagaimana pendapatmu tentang berteman dengan seorang preman?".

Saat itu, aku tersenyum mendapatkan pertanyaan ini, senang, karena ini mudah. Aku tidak keberatan berteman dengan seorang "preman", karena dari pengalamanku, seorang "preman" jauh lebih bisa menghargai ku, dibandingkan teman-teman sekolah ku. Ironis!

Preman yang kumaksud bukanlah preman yang brutal dengan paham premanisme nya, itu berbeda. Preman ku disini adalah orang-orang yang sering dianggap tidak berguna oleh masyarakat sekitarnya. Dianggap pengganggu, perusak pemandangan, dan dunia seolah lebih baik tanpa mereka. Ditempat ku, mereka yang dianggap preman adalah orang-orang seperti pengamen, tukang parkir non resmi, tukang ojek tembak, calo karcis, sopir angkot urakan dan pekerja-pekerja semacam itu. Memang, tidak kupungkiri, mereka terkadang menampilkan diri mereka dengan brutal, suka menggoda perempuan, berkata-kata tidak sopan dan sedikit memaksa jika menawarkan bantuan..Tapi mereka tidak jahat..Tidak semuanya jahat. Jika kita mengenali mereka, jika kita menawarkan kebaikan pada mereka, mereka bisa jadi lebih baik, lebih ramah dari kebanyakan orang yang mengaku berpendidikan. Bahkan di tempat ku, "preman-preman" itu dipimpin seorang intel. Berguna, saat kau ingin tau dimana premanisme sedang berlangsung!^_^

Oke, setidaknya ini sudah menggambarkan apa yang tadi ingin ku ceritakan. Aku lanjutkan nanti, saat jam kerja ku sudah berakhir.

Sabtu, 12 Januari 2013

Mimpi Tak Bernama

Dulu pernah ku berkata, mimpi ku tak pernah punya nama, selalu iri pada mereka yang punya cita-cita. Aku berbeda dan aku bangga. Namun terkadang sesak, saat ku cuba memiliki esok. Aku hanya hidup hari ini, karena esok masih tak bernama.

Ternyata, aku pun punya. Mimpi yang meski tak bernama, namun tetap ku coba hadirkan. Aku punya, dan aku tau aku punya. Hanya itu yang ku perlu untuk berharap. Berharap esok, meski tak datang, mimpi ku paling tidak membuat ku berdiri bertahan.

Mencoba membuat Mimpi tak bernama ku jadi kenyataan

Sabtu, 05 Januari 2013

Kebebasan yang Berbeda

Kebebasan..Apa definisi kebebasan yang kita cari? secara fisik kah? atau hati? Jika kebebasan bertindak atau berbuat, bukankah tak ada satu pun dari kita yang benar-benar bebas? tapi bebas berekspresi.. itu lebih baik. Meski sepertinya, sekarang ekspresi juga mulai terbatasi.

Hidup di zaman serba terbuka seperti sekarang cukup berat, menurut ku. Benar-benar terbuka, bahkan cenderung kebablasan. Semua orang terlihat merasa layak untuk menghakimi orang lain, menghakimi?? ya.. Tak hanya sekedar saran atau kritik terbuka, tapi menghakimi.. menurutku itu lebih cocok..

Aku tak lagi bisa melihat tatapan bersahabat, sorot mata lugu seperti yang dimiliki Ro adalah barang langka kurasa. Melihat bagaimana ia dengan sendunya bercerita tentang kesuraman hari nya tanpa perayaan itu. Mengeluhkan betapa malunya dia karena tak bisa bergabung dengan teman-temannya saat itu..Lucu, namun juga agak menyedihkan bagi ku.

Berapa banyak orang-orang lain di luar sana yang seperti Ro, yang begitu mengagungkan sebuah perayaan mubazir seperti itu hanya demi sebuah kebebasan hidup yang mereka anggap bergengsi. Merayakan Malam Pergantian Tahun dengan kumpul-kumpul yang pada akhirnya lebih banyak sisi negatifnya. Pemborosan : kembang api, petasan, bensin, makanan, minuman, rokok, bahkan ada yang akhirnya ditutup dengan mabuk-mabukan, pacaran dan sebagainya. Tahun baru, Kelakuan purba.. Kebersamaan yang tak bernilai agaknya. Bukankah ada cara yang lebih baik jika kebersamaan lah yang menjadi tujuannya??dan bukankah kebersamaan dengan keluarga lebih berarti?. Tapi mereka tak peduli, asal bisa di bilang "gaul", "up to date" or whatever. Miris melihat mata lugu itu miliki pikiran yang ternyata sudah terkontaminasi "peradaban"

Seharian ini, Ro masih mengeluhkan hal yang sama...

Aku ingat, raut wajah Ro yang menerawang jauh saat aku bertanya alasan dia ikut budaya seperti itu. Dia tidak tau, dia hanya lihat orang lain seperti itu, dan dia rasa itu benar, dia rasa itu asik, modern dan gaul. Benar-benar lugu. Dia hanya ikut-ikutan. dan memang Ro selalu terlihat seperti itu, 19 th tapi pola pikirnya seperti anak 15 th. Seperti seorang bocah yang baru liat dunia, dan tidak tau bagaimana harus bersikap agar tidak terlihat aneh. Jadilah dia duplikat orang-orang yang dia lihat.

Budaya meniru, budaya ikut-ikut-an. Itulah yang menjadi kiblat sekarang.

Menjadi berbeda memang tidak mudah, tapi itu indah. dan bukakah perbedaan lah yang membuat kita hidup. Penyatuan sperma dan ovum menghasilkan zigot yang kemudian berkembang menuju fase morulla, blastulla, gastrulla dan akhirnya mengalami diferensiasi organ..Perbedaan yang membuat bumi berputar, perbedaan yang membuat keberadaan bulan menjadi menakjubkan.

Aku berharap, seiring kedewasaan Aku,  Ro, dan semua orang bisa menemukan arti bebas yang sebenarnya, bebas, yang membuat kita terikat satu sama lain, bebas yang menjadikan kita lebih dekat, bebas yang membuat kita lebih menghargai kehidupan. Bebas yang berarti

_bagian lanjut_

Jumat, 04 Januari 2013

Tentang Kebebasan, Hidup dan Rasa Nyaman


Hari ini adalah salah satu hari yang cukup berat untuk dilalui, cukup membuat depresi, rasa kesal yang menumpuk ditambah deraan rasa nyeri akibat endometriosis membuat aku melupakan waktu. Membiarkan diriku ter-hanyut mengikuti aliran masa dan tiba-tiba terkejut mendapati hari telah beranjak petang. Lega? Belum. Masih banyak hal yang harus dikejar, masih harus diselesaikan, sementara waktu tak sedikit pun menunggu ku. Menunggu kita.

Tapi tak apa, masi ada banyak detik untuk sampai ke esok hari. Aku bisa tidak tidur, aku bisa tidak makan, namun aku tidak bisa jika tertekan. Apapun yang ku lakukan, aku harus membuat otak dan hati ku kembali ke mode netral. Tak apa tak senang, tak apa tak bahagia, asal tak ada tekanan.

Keluar dari ruang salary membuat pundak ku terasa lebih ringan, setidaknya satu bagian telah terselesaikan tanpa kejar-kejaran seperti bulan lalu, masih ada sih, tapi tak terlalu begitu (jika kau paham maksud ku).

Mencuri waktu untuk sejenak melepas katup-katup tersumbat di otak ku, aku mengajak bicara seseorang, lelaki sebaya adikku yang bekerja sebagai ob di kantor tempat ku bekerja. Tak sengaja awalnya, melihat dia berulang kali membuka dan menghitung salary yang diterima nya membuat aku tidak tahan untuk tidak menggodanya. Tersipu dan akhirnya memilih menyimpan salary nya rapat-rapat dalam kantung terdalam celana kerjanya. Ha, lugu sekali anak itu.

Dia mulai bercerita, mungkin sedikit berkeluh kesah, tentang gajinya yang mungkin sudah akan habis begitu sampai di rumah. Memberi nafkah? tidak, hanya palakan rutin seperti yang juga sering ku lakukan pada saudaraku. Dan sedikit terdengar menyesali, kenapa gajian tidak dipercepat agar dia bisa merayakan hingar bingar tahun baru dan bukannya sembunyi di kamar seperti yang kemarin dia lakukan. Aku sedikit tersentak, sebegitu besar nya arti tahun baruan buat dia ternyata.

" Mba si enak, bisa jalan-jalan, lha saya ngumpet mba, di kamar.." ucap nya benar2 terlihat menyesal. Dan wajah lugu nya itu benar-benar terlihat terkejut saat aku berkata aku bekerja hampir 24 jam sejak tgl 29 desember lalu. Ah dik, masih banyak kesenangan yang tidak kau tau.

"Apa manfaat nya ikut merayakan malam tahun baru?" tanya ku padanya. Bukankah semua malam itu sama??. Ada dua belas tanggal satu dalam satu tahun. Lalu apa yang membuat nya istimewa.
"1 Januari kan cuma sekali setahun Mba.." jawabnya
Lantas, apakan ada 2 kali februari tahun ini??  ucap ku..
"iya juga ya.." katanya sambil tersipu"
"tapi mba, lanjutnya, kenapa ya semua yang enak-enak itu selalu dilarang. sama agama, sama peraturan, sama etika, selalu kek gitu..

Ah, akhirnya, keluar juga keluhan terbesarnya hari ini. Awalnya aku tak mengerti apa maksudnya, tapi kemudian aku tau. Dia berkata seperti itu karena aku memintanya menyebutkan satu saja hal yang menurutnya menguntungkan ikut malam tahun baruan. Ketika aku berkata tahun baru di jalan itu sumpek, perayaan tahun baruan menelan korban, bahaya kesehatan, boros dan lain-lain. Panjang lebar ku cecar dia dengan pandangan-pandangan ku tentang hal-hal seperti itu. Rona tak percaya tergambar di wajahnya saat aku berkata aku tak suka kehidupan yang seperti itu.

Heran dia rupanya, baginya, perayaan-perayaan seperti itu penting, moment langka katanya. Kesempatan untuk merasakan kebebasan, merasakan hidup yang benar-benar hidup tanpa tau apakah itu bermanfaat atau tidak. Buat dia, itulah kehidupan yang "gaul" Dan itu lah yang membuatnya ngumpet dikamar saat perayaan tahun baruan kemarin, malu, ga bisa keluar karena ga punya uang.

Fiuuhh..Aku menarik napas panjang, ternyata begitu agungnya makna tahun baruan untuk nya. Tapi tak bisa disalahkan juga c, karena itulah hidup yang dia tau, karena begitu lah kebebasan yang dia inginkan. Dan jika dia merasa nyaman seperti itu, apa hak ku melarang nya...

_bagian pertama_

Rabu, 02 Januari 2013

Penyesuaian Manusia

Manusia adalah makhluk individu dan sosial.

Sebagai makhluk individu, manusia harusnya bebas mengeksplorasi diri, melakukan segala hal yang menarik perhatiannya, menuju semua tempat yang ingin dikunjunginya, mencoba segala yang ingin diketahuinya, dan mengabaikan semua yang tidak penting baginya. Bebas, sebebas yang dia inginkan.

Tapi, sebagai makhluk sosial, manusia nyatanya tak lazim hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya. Makan, minum, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan dan semua hal lainnya yang tak mungkin diupayakan seorang diri.

Kuat di dalam tapi rapuh di luar. Itu manusia

Karena itulah, manusia selalu hidup bermasyarakat, berkoloni, berkumpul atau apapun istilahnya. dan Bahkan seseorang seperti Tarzan pun pada akhirnya membawa Jane bersamanya. Dan untuk bisa selaras hidup bersama, manusia melakukan PENYESUAIAN a.k.a Adapatasi atau apapun namanya.

Adaptasi menurut W.A. Gerungan (1996) adalah “Penyesuaian diri yaitu mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (Autoplastis), dan atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri (keinginan diri) (Alloplastis). Sedangkan menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Adaptasi atau penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stres. Cara mengatasi stres dapat berupa membatasi tempat terjadinya stres, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya. (frederick blog)y4n5.blogspot.com/2011/03/pengertian-adaptasi-mekanisme.html

See?? Segala macam definisi adaptasi mengacu pada penyesuaian untuk membuat diri seorang manusia diterima dan menerima lingkungannya agar tidak terjadi kesulitan yang pada akhirnya akan menyebabkan stress

Nah, melihat dari itu semua, aku merasa, untuk bisa hidup dengan tenang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, seorang manusia tidak bisa mempertahankan keinginannya saja, ada kepentingan-kepentingan lain dalam kehidupan yang mungkin akan berbenturan jika seorang manusia memaksakan kebebasan pribadinya. Kita bebas mengeksplorasi diri, selama tidak menimbulkan benturan terhadap keinginan dan kebebasan eksplorasi orang lain, yang berarti, kita tidak SEPENUHNYA BEBAS, kita BEBAS tapi TERBATAS!

Adalah sepenuhnya pilihan kita untuk memilih bentuk adapatasi yang kita jalankan, apakah Autoplastis ataukah Alloplastis. Disini, aku, memilih Autoplastis

Aku berubah, mengubah dan menyesuaikan diri seperti apa yang diinginkan oleh lingkunganku, tapi AKU dianggap PALSU! Semua orang berteriak mengatakan AKU HARUS JADI DIRIKU SENDIRI!!!
Tidakkah mereka sadar?? Jika semua manusia melakukan ADAPTASI dengan ALASAN apapun, berarti, TIDAK ada SATUPUN dari kita yang BENAR-BENAR jadi DIRI SENDIRI. Dan jika konsep "BE YOUR SELF"  ini ditinjau lebih jauh lagi, ada satu pertanyaan yang menggema di otakku, "Bagaimana mereka tau ini BUKAN AKU?"

Aku tak bertopeng, aku tak sembunyi, aku ASLI, AKU hanya MENYESUAIKAN DIRI

Tidakkah mereka bisa menerima, bahwa aku yang sebenarnya adalah aku yang MENYESUAIKAN DIRI. Aku tak palsu, aku hanya membuat diriku bisa diterima dengan melakukan perubahan-perubahan. Salahkah? Andai pun aku memang memakai topeng, tapi jika itu bertujuan untuk menyesuaikan diri, salahkah? Karena itulah bentuk penyesuaian yang aku lakukan. Penyesuaian, karena nyatanya apa yang ku inginkan tak bisa diterima, salahkah?

Manusia makhluk sosial, untuk bisa selaras hidup bersama, manusia butuh menyesuaikan diri. Dalam penyesuaian, ada yang harus diubah, ada yang harus direlakan, ada yang harus diterima dan ada yang harus dikorbankan.

Aku menyesuaikan diri, mengubah cara pandangku, merelakan mimpi-mimpi ku, menerima apa yang mereka pilih untukku dan Aku mengorbankan Keinginanku

Cilegon, hari ini, bulan ini, tahun ini
"Hal paling absurd yang terpikirkan saat makan siang"