Kamis, 31 Januari 2013

Preman Episode Dua

waahh..ternyata kebablasan hingga jauh sekali .
dalam sebuah literatur pernah ku baca Premanisme adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan penghasilan dengan melakukan pemerasan terhadap orang lain.
Sadis..dan aku juga tak berniat membahas ini..biarlah premanisme menjadi urusan orang-orang yang mengerti saja, otak ku tak sampe..^_^

Aku tidak membahas apa yang ku baca, aku membahas apa yang ku alami.

Terkadang, kita sadari atau tidak, kita begitu mudah menghakimi orang lain, "judging" atau apa lah istilahnya. Keberagaman sudut pandang dan nilai-nilai yang kita miliki membuat perbedaan-perbedaan kecil yang terlihat disekeliling kita seolah merusak tatanan yang sudah ada. Ya, seperti yang dilakukan "preman-preman" itu. Nongkrong di pinggir jalan dan berteriak-teriak menggoda perempuan yang lewat terasa sungguh sangat mengganggu. Bagi kernet, menanyakan tujuan penumpang dengan cara yang terkadang dianggap "kampungan", sambil "badatok" (Ha ha. maaf kan perbendaharaan kata-kata ku yang sedikit ini) misalnya atau bersuit-suit, Tukang ojeg, yang memburu penumpang -kebanyakan perempuan- dengan mengikuti bahkan kadang sampai menarik-narik .. Mengganggu memang, tapi pernahkah kita memikirkan sebabnya??

Berteman dengan mereka sewaktu SMA merupakan pengalaman yang paling menarik untuk ku.. Mereka membuatku tidak pernah sendirian, bahkan tidak untuk merasa sendirian. Mereka memperlakukan ku dengan sopan, No touching. see?? lebih sopan dibanding teman-teman sekolah ku yang bahkan ketika ingin sholat suka menghadang di pintu mushalla untuk menyentuh perempuan agar harus mengulangi wudhu nya.
mereka tidak pernah melakukan itu. Mereka menghargai teman, dan sebagai teman, aku benar-benar merasa dihargai mereka.

Karena itu, aku terbiasa melihat mereka terlebih dahulu sebelum menjauhi mereka, aku masih memilih. Ya pasti memilih. Tapi hanya mereka yang benar-benar bersikap kasar lah yang ku jauhi. Hanya preman yang benar-benar preman. Dan kebiasaan itu membuat ku tak takut melihat mereka, menjawab saat ditegur dengan cara apapun. Dan hasilnya, berkali-kali aku dicurhati preman yang bahkan tidak ku kenal.
Perasaan yang sangat menyenangkan.

Inilah ingatan-ingatan itu

Suatu hari, sepulang sekolah aku berniat untuk berjalan-jalan dipasar (karena di kampungku tidak ada mall saat itu) sembari menunggu waktu untuk les. Berputar-putar dari tempat aksesori yang satu ke tampat yang lainnya, tidak belanja, hanya sekedar mencari kesenangan dengan melihat benda-benda lucu yang di jual disana. Karena keasyikan berputar-putar, aku tidak sadar mengambil belokan ke gang yang biasanya di pakai oleh para pemuda-pemuda atau "preman pasar"  untuk nongkrong. Kaget, sedikit takut dan sempat berniat untuk memutar kembali, namun aku memutuskan tetap melewatinya.. pikir ku saat itu, ini siang hari dan pasar ramai, jadi aku pasti baik-baik saja. dengan menunduk dan langkah yang tiba-tiba jadi sedikit lebih berat aku terus berjalan melewati mereka dan menyiapkan mental untuk di usili. Benar saja, sesaat setelah aku terlihat mendekatai tempat itu, beberapa orang mulai bersuit-suit, menggoda dengan panggilan pangilan sayang yang sangat membuat tidak nyaman, tapi aku terus berjalan dan hanya melemparkan senyum sambil bilang "misi daa" (permisi bang). Dan setelah itu ada satu suara yang berkata "Assalamu'alaikum"..
reflek aku menjawab "Wa'alaikummussalam".. dan tau apa yang terjadi, betapa besar nya perubahan yang terjadi ketika aku menjawab sapaan mereka, hanyaa menjawab.. sebagian besar pemuda-pemuda itu berkata serempak "Alhamdulillah, nah mode tu kan ancak..ko indak kapalo je nan bajilbab, parangai ongeh juo..(nah, seperti itu kan lebih baik, dari pada berkerudung tapi tetap sombong -pent)" cetus satu suara. Aku kaget saat itu, reflek menoleh ke arah mereka dan tau apa yang kulihat? wajah-wajah ramah, aku hanya melihat pemuda-pemuda biasa di sana.

Ingatan yang lain

Saat itu aku sedang berada di dalam sebuah bus menuju kampus ku, karena biasanya bus-bus ini selalu penuh sesak, aku sengaja mengambil tempat duduk tepat di sebelah pintu masuk, agar ketika bis nya penuh aku tak terlalu sesak napas, mengingat perjalanan ku yang cukup jauh. Bus pun berjalan, bising seperti biasa, dengan musik yang diputar sangat kencang. Aku terdiam menjelajahi lamunan ku. Seperti bus-bus dalam kota lainnya, sang kernet pun beraksi sambil berteriak-teriak dan bergelayutan di pintu masuk tepat didepan ku. Di sebuah sekolah tinggi, bus pun berhenti, menunggu penumpang yang naik dan turun. Aku melihat -memperhatikan tepatnya- di pinggir jalan berdiri seorang perempuan, cantik, modis, terpelajar. Mungkin mahasiswi, mungkin juga karyawan, karena disitu banyak perkantoran. Dia berdiri memandangi kakinya, diam dan seperti menunggu sesuatu - atau seseorang-. Sang kernet pun memulai aksinya, menyapa "uni" tersebut " kama ni? katanya sambit mengangkat tangan nya yang mengisyaratkan untuk menaiki bus. Tapi bukannya menjawab, perempuan tadi hanya berdiri diam, menoleh kemana pun selain pada si kernet, bersikap seolah dia tak mendengar apapun. Kernet itu pun mengulangi pertanyaan nya. "kama ni? Khatib ni? Tamsis?" katanya lagi menyebutkan rute bus nya. Selama itu pula perempuan itu hanya berdiam.. Bus pun mulai melaju perlahan, dan kernet tadi masih mencoba menanyai perempuan itu, dan saat itu si perempuan mengangkat mukanya, melihat si kernet dengan wajah datar dan kemudian membuang muka. Aku terkejut, melihat reaksinya, dan lebih terkejut lagi saat si kernet memaki "Pan**k..! sok ancak kau mah, bantuak ndak bara do ongeh gadang na" katanya dengan nada yang benar2 kesal.. refleks aku mengucapkan Astaghfirullah lagi karena dia memaki tepat di depan mukaku. Mendengar ku beristighfar, si kernet seolah terkejut, lalu menoleh ke arah ku sambil berkata "ndeh maaf yo kak, takajuik akak dek nyo, katanya. Tapi asli, wak banci na caliak padusi mode tu, mati karancaak an c.. aa lah salah e manjawek kok ditanyo tu baa nyo, kok ndak ka pai kan jaleh lo di urang..kadang bajilbab-jilbab mode akak ko, bantuak itu juo parangai nyo..ntah baa na inyo kok manjawek tanyo kami-kami ko.." katanya. Sedikit terdengar gurat nada sedih dalam kata-katanya, Aku hanya tersenyum, "tak usah diambiak ati bana da" ucap ku. Dia pun menjawab, "yo tu lah di akak, lain-lain je parangai urang ko..heran wak caliak.. katanya sambil berlalu menarik ongkos dari para penumpang bus..

Percakapan kami, selesai sampai di sana, tapi tidak di kepalaku. Tiba-tiba aku terfikirkan kata-katanya.. Dari sisi si "uni", aku mengerti, mungkin ia tetap diam karena merasa itu sudah jawaban, jika dia butuh, dia tentu naik bahkan tanpa di minta. Namun dari sisi si kernet, aku pun mengerti kekesalannya, pengabaian yang dilakukan perempuan itu melukai harga dirinya yang sudah bertanya.

Apa susahnya menjawab pertanyaan, apa susahnya menjawab teguran.. Selama mereka mengeluarkan kata-kata yang baik -meski nadanya mungkin terdengar tidak baik- kenapa kita tidak menjawab saja? Aku banyak menemukan teman dengan cara seperti itu, lagian pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan juga pasaran kok. berkisar hanya "dari mana", "mau kemana", "cari apa". Jika tak ingin menjawab pun, tersenyum saja juga cukup. Dan bukankah senyum itu ibadah??

Dulu ketika SMA, aku sering di protes teman sekelas ku, dia merasa risih jika jalan dengan ku, karena di setiap sudut pasar akan selalu ada yang menyapa dan mengajak ku ngobrol sedikit. Hal-hal remeh, tapi membuat mereka merasa diterima. Bahkan salah satu dari mereka pernah mengutarakan ketidakpercayaan nya ketika dia tau aku siswa sekolah unggulan di kota itu. Bagi mereka adalah hal yang aneh ketika seorang siswi sekolah "elit" mau-mau nya bertegur sapa dengan mereka, mau-maunya berteman dengan mereka
Don't judge people by the cover guys. Dan bahkan seorang pedagang kaki lima pernah terus terang berkata bagi nya, dunia anak sekolah itu dunia elit yang tak mungkin dia jangkau, meski seumuran, dy tak pernah bermimpi bisa ngobrol dengan anak-anak sekolahan. Dan dia menyampaikan itu pada ku, saat aku dan teman ku dengan cuek nya mengajak nya ngobrol saat kami makan diwarungnya, mengajak nya bercanda, dan sedikit mengerjai nya''^_^

Itulah salah satu hal yang membuatku bisa merasa nyaman berteman dengan mereka. Mereka menghargai siapa saja yang bisa menghargai mereka. Dan mereka menjaga itu dengan baik..

Mungkin terlalu banyak yang ku tuliskan, namun rasanya masih belum cukup menggambarkan kepedulian ku pada keberadaan mereka. Selama mereka tidak merusak, selama mereka tidak bersikap jahat, kenapa mereka dihakimi dengan segala julukan-julukan itu.. Intinya, semua manusia sama kan? Andai pun kita tak ingin berteman dengan mereka, tentu tak perlu menyakiti mereka dengan arogansi keakuan kita..

Kita sama.. Kita manusia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar